news star bola

Jumat, 19 Agustus 2011

Robert Adhi Kusumaputra | Kamis, 18 Agustus 2011 | 23:58 WIB

 
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan, Indonesia pada dasarnya masih diperdaya asing meski telah merdeka selama 66 tahun, terutama dalam bidang ekonomi.

Perkebunan sawit dan karet Indonesia adalah andalan di dunia. Kalau pemberdayaan lahan saat ini bisa dilipatgandakan, peluang untuk menguasai pasar minyak dan karet dunia pada masa mendatang sangat terbuka bagi Indonesia.-- Sofjan Wanandi
 
Melalui bermacam cara dan bentuk, kata Sofyan di Jakarta, Rabu, pihak asing terus berupaya mempertahankan kepentingannya di negara ini.

"Indonesia merdeka sudah 66 tahun, tetapi masih dijajah (pihak) asing. Itu tandanya kita masih bodoh. Tentu menjadi tugas pemerintah kita untuk mengatasi hal itu," katanya.

Ia mencontohkan, ditandatanganinya perjanjian di Oslo, Norwegia, tahun lalu, yang mewajibkan Indonesia mengurangi emisi karbon dengan iming-iming hibah sebesar 1 miliar dollar AS jika berhasil.

Akibatnya, kata dia, dalam setahun perjanjian Oslo, praktis tidak ada keuntungan apa pun yang diperoleh Indonesia. Lahan tidur tidak dapat didayagunakan, padahal sebenarnya bisa menyerap jutaan tenaga kerja.
Sebaliknya, Norwegia dan negara maju lainnya dengan seenaknya memproduksi emisi karbon dalam jumlah yang besar melalui industri mereka.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, misalnya, Norwegia menggunakan tenaga batu bara sebesar sembilan persen, sementara Indonesia hanya satu persen. Padahal, pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu penghasil emisi karbon terbesar.

"Perjanjian Oslo sejak awal memang sudah bermasalah. Norwegia sendiri justru menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar dibanding Indonesia," katanya.

Ekonom Drajad Wibowo juga berpendapat senada. Menurut Drajad, perjanjian Oslo yang telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan selanjutnya menerbitkan moratorium hutan merupakan upaya negara maju untuk terus memperdaya Indonesia.

"Perjanjian Oslo hanya akan menguntungkan Norwegia dan negara Eropa lainnya," katanya.
Menurutnya, jika mau adil, maka seharusnya negara maju yang lebih dulu mengurangi emisi, bukan negara berkembang seperti Indonesia.

Dia mengatakan, 66 tahun kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang selayaknya tidak disia-siakan pemerintah, apalagi kepentingan pihak asing di Indonesia dalam jangka 50 tahun ke depan akan semakin nyata.

"Perkebunan sawit dan karet Indonesia adalah andalan di dunia. Kalau pemberdayaan lahan saat ini bisa dilipatgandakan, peluang untuk menguasai pasar minyak dan karet dunia pada masa mendatang sangat terbuka bagi Indonesia," katanya.

Selasa, 09 Agustus 2011

Ester Meryana | Erlangga Djumena | Senin, 1 Agustus 2011 | 10:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan modal awal dana hasil meminjam kepada atasan, kini Hengky Setiawan berhasil menjadi atasan dalam bisnis di dunia telekomunikasi. Kini ia sudah menjadi CEO Telesindo Shop.

Hengky menceritakan, awalnya dia berkecimpung di dunia telekomunikasi dengan memberanikan diri jual beli ponsel bekas dengan modal pinjaman. "Tahun 1987 (saya) jadi kurir (di toko sparepart mobil). (Selama) tahun 1989-1990, saya memberanikan diri pinjam dari bos (sebesar) Rp 5 juta, (padahal) gaji cuma Rp 75.000. Pinjam duit Rp 5 juta, bos pun kaget," tutur Hengky kepada Kompas.com, di Jakarta, pertengahan bulan Juli lalu.

Ia mengaku kepada bosnya bahwa uang tersebut akan dibelikan handphone bekas. Kemudian ia mengecat ulang casing ponsel tersebut di bengkel mobil tempat dia bekerja. Alhasil, handphone tersebut laku seharga Rp 7 juta, atau lebih dari uang yang dipinjam dari bos-nya.

Dalam mempertahankan bisnisnya ini, ia pun kembali berutang kepada bos-nya tersebut hingga beberapa kali. Selain itu, demi memuluskan penjualan handphone tersebut, ia juga mengiklankan di koran.

Itulah sekelumit perjuangan Hengky yang sekarang sudah menjadi CEO salah satu perusahaan yang berkecimpung di dunia telekomunikasi Indonesia.

Pemain tiga zaman
Berdasarkan tahun, ia memang telah berkecimpung di bisnis selular minimal dua dasawarsa. Oleh sebab itu, ia pun turut mengalami transisi produk handphone, mulai dari mulai dari NMT (Nordic Mobile Telephone), AMPS (teknologi 1G), dan GSM (teknologi 2G). "Jadi, saya sudah pemain tiga jaman," tambah dia.

Bahkan sebenarnya, kalau dilihat perkembangan teknologi saat ini, ia malah telah berada di generasi ketiga dari handphone dengan teknologi 3G-nya. Eksistensinya dalam industri ini tentu tidak dijalaninya dengan mulus. Seiring dengan karakteristik industri ini yang terus mengalami perubahan teknologi, ia pun membutuhkan dana tambahan untuk mengembangkan usahanya.

Meminjam uang cukup sering dilakukan oleh ayah dengan empat putera ini. Berutang tidak hanya dilakukannya kepada orang lain, orang tua (ibu) pun juga termasuk pihak yang dimintai bantuan dana olehnya. Pinjaman dana kepada ibunya, yang berprofesi sebagai penjahit, tidak serta merta mudah diberikan. Uang diberikan dalam jumlah bertahap dan berbunga. Ia mengaku, bunga tetap dikenakan, karena pada dasarnya ia meminjam untuk modal bisnisnya.