news star bola

Senin, 20 Juni 2011

Ruyati Dipancung, LSM Serukan SBY-Boediono Mundur
Selasa, 21-06-2011 | 11:20 WIB
SBY - Boediono
   

Jakarta, batamtoday - Dipancungnya Tenaga Kerja Indonesia, Ruyati, oleh Pemerintah Arab Saudi dinilai sebagai kesalahan dan cermin 'kesempurnaan' pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam mengabaikan perintah Konstitusi Negara.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menyebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak boleh diubah-ubah itu, dijelaskan tujuan didirikannya Pemerintahan Negara Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.

“Kenyataannya, Ruyati dan para TKI lain yang terpidana di LN tidak mendapat perlindungan negara. Ruyati dan para TKI lainnya di LN harus berjuang sendiri untuk mencapai kesejahteraannya,” ungkap Adhie seperti dikutip dari okezone, Selasa 21 Juni 2011.

Ruyati, kata dia, berpendidikan sangat rendah sehingga hanya bisa bekerja sebagai PRT. Sementara pemerintah tidak berbuat apa-apa melihat Pemerintah Arab Saudi melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negara asing di negaranya.

“Sudah cukup banyak rezim ini melakukan pelanggaran konstitusi secara parsial. Tapi kita cenderung memaafkan,” paparnya.

Oleh sebab itu, agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemerintahan di masa mendatang, GIB menyerukan dengan keras agar Presiden Susilo Bambang Yudjoyono dan Wapres Boediono legowo untuk mundur, karena terbukti tidak mampu menjalankan amanat konstitusi (rakyat).

Atas seruan itu, Adhie juga mengajak DPR, DPD, MK, MA, BPK, KPK, KY, PBNU, dan Muhammadiyah, untuk segera berkumpul dan menyatakan hal yang sama.

Sementara itu, eksekusi hukum pancung kepada TKW Ruyati yang dianggap Kemenlu terburu-buru dan tidak ada komunikasi dapat menjadi alasan pemerintah untuk membawa kasus tersebut ke Dewan HAM PBB. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga dapat mendesak pemerintah Arab Saudi agar membenahi sistem hukum yang berlaku.

"Terkait dengan sistem hukum yang tidak transparan dan proses yang begitu cepat untuk menjatuhkan hukuman mati atas Ruyati, sebagaimana dikeluhkan oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pemerintah dapat mendesak pemerintah Arab Saudi agar dilakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang berlaku. Desakan ini didasarkan pada prinsip hak asasi manusia dan proses hukum yang berlaku universal," kata Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana seperti dirilis oleh detik.

"Upaya ini bila perlu dilakukan Pemerintah dengan memanfaatkan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Human Rights Council) agar Arab Saudi mau lebih transparan dan memperhatikan due process of law dalam sistem hukumnya," terangnya.

Namun, upaya tersebut dapat dibatalkan bila pemerintah Arab Saudi memberikan akses yang luas dan memperhatikan transparansi ketika TKI sedang menghadapi proses hukum. Menurut Hikmahanto kebijakan luar negeri Presiden SBY sangat diperlukan.

"Indonesia bisa mengurungkan bila ada janji dari pemerintah Arab Saudi untuk memberikan akses yang luas sedang menghadapi proses hukum. Di sini kebijakan luar negeri Presiden berupa thousand friends and zero enemies (seribu teman tanpa musuh-red) perlu ditinjau kembali," tandasnya.

Hikmahanto menjelaskan, kasus naas yang menimpa TKI di luar negeri harus menjadi pendorong bagi pemerintah untuk lebih melindungi warga negaranya. "Kita berharap derita TKI menjadi motivasi keberanian pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pemerintah Arab Saudi dan berpihak pada kepentingan anak negeri," tegasnya.
(Redaksi / Dodo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar